PAPUAtimes
PAPUAtimes

Breaking News:

   .
Tampilkan postingan dengan label Bisnis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bisnis. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Oktober 2016

Penjual Pinang di Pasar Doom Sorong Harus Diperhatikan

08.47.00
Suasana peresmian Pasar Doom, Kota Sorong, Papua Barat
 – Jubi/Florence Niken
Sorong – Pedagang asli Papua di pasar Doom, Kota Sorong, Papua Barat meminta agar para pedagang yang sudah ada sebelum pasar ini diresmikan diutamakan daripada pedagang yang baru.
Mama Evi Rumbiak Herwens, pedagang asli Papua, yang kesehariannya menjual pinang, kelapa dan pisang di pasar ini mengatakan untuk menempati pasar baru tersebut pihaknya menunggu konfirmasi lurah setempat.
“Tentu saja saya berharap agar penjual/pedagang yang lama yang lebih diutamakan bukan yang baru,” katanya di Soronf, Senin (10/10/2016).
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau mengatakan bahwa di pasar ini masyarakat dapat berjualan secara layak. Pasar Doom merupakan milik masyarakat Doom.
“Jadi kebersihan dan keindahan pasar ditentukan sepenuhnya oleh masyarakat sendiri,” katanya.
Senin siang wali kota Lambert meresmikan Pasar Doom dan meninjau pembangunan Jalan Lingkar Doom serta pembangunan instalasi air laut menjadi air minum dengan reversis osmosis (RO) menggunakan solar cell.
Menurut Kepala Dinas Perdagangan Kota Sorong Syafura Oeli, pembangunan kembali pasar Doom bertujuan untuk mendukung nawacita Presiden Jokowi yaitu pembangunan 5.000 pasar rakyat serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya.
Pasar Doom yang baru ini dibangun di atas Pasar Doom Lama dengan dua lantai pada lahan seluas 1.250 meter persegi. Jumlah kios di lantai pertama sebanyak 26 kios, sedangkan lantai 2 terdiri atas 20 kios, sementara untuk los pasar di lantai pertama dapat menampung 30 penjual.
“Pembangunan pasar Doom ini semua menggunakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) 2015 dan dana otsus 2015 - 2016,” kata Syafura. (*)
Read More ...

Senin, 13 Juni 2016

Sagu, Kunci Kesejahteraan Masyarakat Papua

08.28.00
Sagu, salah satu bahan pangan lokal.
Jakarta - Dengan luas hutan sagu hampir 85% dari total luasan area sagu di Indonesia yang juga merupakan hutan sagu terluas di dunia, para pakar berharap sagu dapat menjadi kunci kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia bagian timur, khususnya Papua dan Papua Barat.
“Indonesia memiliki 90% lebih luasan sagu di dunia, dengan 85%-nya terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan fakta tersebut, pemerintah seharusnya dapat melihat ini sebagai kesempatan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen sagu terbesar di dunia dan juga komponen utama untuk menyejahterakan rakyat di Indonesia bagian timur,” ujar peneliti utama di Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bambang Hariyanto di Jakarta, Senin (13/6).
Pohon sagu atau sago palm (metroxylon sagu) adalah tanaman asli Indonesia yang menjadi sumber karbohidrat utama. Bahkan, sagu juga dapat digunakan sebagai makanan sehat (rendah kadar glikemik), selain dapat dipakai untuk bioetanol, gula untuk industri makanan dan minuman, pakan ternak, industri kertas, farmasi dan lainnya.
Di Indonesia, selain dikenal hidup dan berkembang di Papua, pohon sagu terdapat di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Riau dan Kepulauan Mentawai. Namun demikian, mayoritas pohon sagu terdapat di Papua dengan luasan lahan 1,2 juta hektare (ha).
Dalam peta sebaran sagu menurut situs resmi Kementerian Pertanian disebutkan, pohon sagu yang hidup di hutan alam mencapai 1,25 juta ha, dengan rincian 1,2 juta di Papua dan Papua Barat dan 50 ribu ha di Maluku. Sedangkan pohon sagu yang merupakan hasil semi budidaya (sengaja ditanam/semi cultivation) mencapai 158 ribu ha, dengan rincian 34 ribu ha di Papua dan Papua Barat, di Maluku 10 ribu ha, di Sulawesi 30 ribu ha, di Kalimantan 20 ribu ha, di Sumatera 30 ribu ha, di Kepulauan Riau 20 ribu ha, dan di Kepulauan Mentawai 10 ribu ha.
Berdasarkan data Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), luas lahan sagu dunia mencapai 6,5 juta ha pada 2014. Dari luas lahan tersebut, Indonesia memililiki pohon sagu seluas 5,5 juta ha, di mana sebanyak 5,2 juta ha berada di Papua dan Papua Barat
Namun, dia menuturkan, potensi sagu di Indonesia wilayah timur belum dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan, lahan sagu secara perlahan mulai terkikis oleh pembangunan jalan, rumah toko, dan pembangunan lainnya. Padahal tanaman sagu banyak manfaatnya bagi kehidupan masyarakat di wilayah Indonesia bagian Timur.
"Tidak hanya dapat menjadi bahan pangan utama, daun sagu juga bisa dijadikan sebagai atap rumah tradisional," kata dia.
Menurut Bambang, salah satu masalah utama sulitnya pengembangan sagu di Indonesia adalah infrastruktur. Di Papua, warga kesulitan memasok sagu rakyat ke pabrik sagu besar dan pabrik sagu besar sulit untuk menyalurkan hasil produksinya keluar. Sebagai akibatnya, biaya logistik bisa mencapai 30% dari biaya produksi. Selain itu, masalah ketersediaan listrik di Indonesia bagian Timur menjadi kendala bagi pengembangan sagu di Bumi Nusantara.
“Ada juga pemasalahan sosial ekonomi, di mana pengolahan sagu di Papua terkena hak hutan ulayat. Artinya, masyarakat perlu mendapat kompensasi dalam setiap pengelolaannya. Untuk hal ini, para pakar berharap pemerintah dapat turut campur tangan melalui kebijakan agar dapat mempermudah pengembangan sagu di Papua,” ucap Bambang.
Read More ...