PAPUAtimes
PAPUAtimes

Breaking News:

   .
Tampilkan postingan dengan label PT.Freeport. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PT.Freeport. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Desember 2015

Komarudin : Jokowi Jangan Lupa Rakyat Papua Masih Jadi Korban

06.06.00
RMOL. Kasus pelanggaran etik Setya Novanto yang berkaitan dengan pembahasan kontrak karya Freeport Indonesia, semestinya jadi momen terbaik pemerintah untuk memperbaiki kehidupan rakyat Papua.

"Saya harap semua tidak berhenti di hasil sidang MKD saja. Ada bola salju yang harus dibongkar sampai akar-akarnya," kata anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Daerah Pemilihan Papua, Komarudin Watubun, kepada wartawan, Kamis (17/12).

Setelah pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR, ia mengingatkan bahwa rakyat Papua menuntut pembelaan dari Presiden Joko Widodo. 

Selama ini kehadiran PT Freeport di tanah Papua hanya jadi arena tarik-menarik kepentingan pemerintah pusat.

"Yang jadi korban rakyat Papua. Tembak menembak terus terjadi di sana. Kini rakyat Papua menuntut langkah tegas Presiden Jokowi untuk lebih disejahterakan," ucap Ketua DPP PDIP bidang Kehormatan ini.

Sebagai kader PDI Perjuangan, dirinya merasa bertanggung jawab terhadap kebijakan Presiden Jokowi di Papua. Menurut Komar, dirinya yang pertama kali mengundang Jokowi menginjakkan kaki di tanah Papua pada akhir kampanye Pemilihan Legislatif 2014.

"Kami berkampanye di Lapangan Papua Trade Centre (PTC) Entrop, Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu 5 Mei 2014 lalu. Sebelum Jokowi tampil di acara kampanye itu, sebagai Ketua DPD PDIP Papua dan Wakil Ketua DPRD Papua, saya sempat berpesan," ungkapnya.

Komarudin menitipkan kepada Jokowi agar Papua "diurus dengan hati", bukan hanya "diurus dengan pikiran". Dengan begitu, rakyat Papua bisa terhindar dari berbagai konflik kepentingan terkait keberadaan Freeport.

"Karena kalau mengurus Papua hanya dengan pikiran, tapi mengabaikan hati, hal itu sudah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya," ucap Komarudin. [ald]

Read More ...

Mundurnya Setya Novanto Momentum Bela Rakyat Papua

06.03.00
Ketua DPR Setya Novanto memberikan pernyataan kepada media di kediamannya Jalan Wijaya XIII, Jakarta, Rabu (16/12) malam.Republika/Raisan Al Farisi
Ketua DPR Setya Novanto memberikan pernyataan kepada media di kediamannya Jalan Wijaya XIII, Jakarta, Rabu (16/12) malam.Republika/Raisan Al Farisi
JAKARTA -- Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Komarudin Watubun mengatakan, mundurnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI dalam kasus pelanggaran etika terkait kasus "papa minta saham" di PT Freeport merupakan momentum untuk membela rakyat Papua.
"Saya harap semua tidak hanya berhenti di hasil sidang MKD saja. Ada bola salju yang harus dibongkar sampai akar-akarnya," kata Komarudin, di Jakarta, Kamis (17/12).
Pascamundurnya Setya Novanto, diingatkan rakyat Papua kini menuntut pembelaan dari Presiden Joko Widodo. Terlebih selama ini kehadiran PT Freeport di tanah Papua hanya dijadikan ajang tarik menarik kepentingan di Pemerintah Pusat.
"Yang jadi korban rakyat Papua. Tembak menembak terus terjadi di sana. Kini rakyat Papua menuntut langkah tegas Presiden Jokowi untuk lebih disejahterakan," ucapnya.
Anggota DPR dari Dapil Papua ini merasa bertanggung jawab terhadap kebijakan Presiden Jokowi di Papua. Ia mengaku dirinyalah yang pertama kali mengundang Jokowi menginjakkan kaki di tanah Papua pada akhir kampanye Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 lalu.
"Kami berkampanye di Lapangan Papua Trade Centre (PTC) Entrop, Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu 5 Mei 2014 lalu. Sebelum Jokowi tampil di acara kampanye itu, sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Papua dan wakil Ketua DPR Papua, saya sempat berpesan," ujarnya.
Pada saat itu, dirinya menitipkan Papua kepada Jokowi untuk diurus dengan hati, bukan hanya diurus dengan pikiran. Dengan demikian, rakyat Papua dapat terhindar dari berbagai konflik kepentingan terkait keberadaan PT. Freeport.
"Karena kalau mengurus Papua hanya dengan pikiran, tapi mengabaikan hati, hal itu sudah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya," ucap Komarudin.

Read More ...

Ini Sosok Penemu Tambang Emas Papua

06.00.00
Yanuar Riezqi Yovanda
Ini Sosok Penemu Tambang Emas Papua

Penemuan tambang mineral seperti emas, tembaga, dan perak di Papua berawal dari geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy. Foto: Istimewa


JAKARTA - Vice President Geo Services Division PT Freeport Indonesia (PTFI) Wahyu Sunyoto mengemukakan, penemuan tambang mineral seperti emas, tembaga, dan perak di Papua berawal dari geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy.


"Saat Dozy dalam perjalanan menuju glacier, aklimatisasi di daerah sekitar Grasberg area. Dia melakukan catatan geologi dan catatan Grasberg sudah dibikin catatannya," ujar Wahyu di Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Berdasarkan beberapa sumber, sebuah tim yang dipimpin Dozy tercatat menemukan tambang mineral di Gunung Ertsberg Pada 1936. Geolog ini melakukan ekspedisi ke Papua dan menemukan singkapan batuan yang ditengarai mengandung mineral berharga.


Cozy menemukan Ertsberg atau Gunung Bijih yang terletak di kaki pegunungan bersalju. Laporan Dozy tersebut dimuat dalam majalah geologi di Leiden, Belanda tahun 1939, dan mengilhami seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals Company, Forbes Wilson, bersama Del Flint pada tahun 1960 melakukan ekspedisi.


"Pada 1960 ada ekspedisi ulang apakah Erstberg ini benar eksis. Jadi pada 1967 kontrak karya asing masuk setelah orde lama," kata Wahyu.


Tim Freeport tercatat datang ke Jakarta untuk memprakarsai suatu pembicaraan guna mewujudkan kontrak pertambangan di Ertsberg. Orang yang dipilih sebagai negosiator dan kelak menjadi Presiden Freeport Indonesia (FI) adalah Ali Budiardjo, yakni mantan sekjen Hankam dan direktur Bappenas tahun 1950-an.


Selanjutnya pada 5 April 1967 kontrak kerja (KK) I ditandatangani dan membuat Freeport menjadi perusahaan satu-satunya yang ditunjuk untuk menangani kawasan Ertsberg seluas 10 kilometer persegi. KK I ini berlangsung 30 tahun. Kontrak dinyatakan mulai berlaku saat perusahaan mulai beroperasi. Pada Desember, eksplorasi Ertsberg dimulai.


Setelah itu, pada 28 Januari 1988 dugaan deposit emas di kawasan lain, yakni Grasberg menunjukkan hasil positif. Di tahun yang sama, Freeport Mc Moran Copper and Gold (FCX) akhirnya go public di lantai bursa New York.


"Pada 1988 milestone PTFI yaitu tambang Grasberg ditemukan. Investasi cukup besar ditanamkan dalam kontrak karya," pungkasnya.



Read More ...

Rabu, 16 Desember 2015

Rakyat Papua Desak Pemerintah Tutup PT Freeport

08.58.00
Demo mahasiswa Papua. ©2015 merdeka.com/imam buhori
Merdeka.com - Kasus PT Freeport terkuat ketika ketua DPR RI Setya Novanto dituding telah melakukan pencatutan nama Presiden Joko Widodo mengenai pembagian saham. Hal ini telah dilaporkan oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Atas hal tersebut masyarakat Papua meminta PT Freeport ditutup karena telah melukai hati Papua.

"Saya minta Freeport ditutup, sekali lagi ditutup. Karena Freeport ini telah melukai masyarakat terutama kami warga Papua," ujar Pemantau Penyelenggara Negara Kesatuan Republik Indonesia (LP3-NKRI) Ruben Maray saat konpres 'Proses politik dan Pemeriksaan Etik Skandal Renegosiasi Freeport di MKD' di Bakoel Koffie, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/12).

Mau apapun alasannya, kata Ruben, Freeport harus disegerakan tutup. Pemerintah, lanjutnya, telah melakukan pembohongan terhadap masyarakat Papua.

"Pemerintah bilang kami akan dibagi beberapa persen, namun hasilnya 'Nol'. Kita merasa sengsara di tanah kelahiran kita sendri," katanya.

Atas hal tersebut, Ruben menyarankan agar pemerintah melakukan negosiasi ulang atas hal tersebut.

"Kita minta negosiasi ulang dari awal. Berapa persen tentang pembagiannya. Bila tidak secara terbuka (pembagian) kami minta ditutup Freeport tersebut," pungkasnya.

Sumber : http://www.merdeka.com
Read More ...

Senin, 16 November 2015

Gubernur Papua tak Dilibatkan Soal Perpanjangan Kontrak Freeport

10.11.00
Gubernur Papua Lukas Enembe.
JAYAPURA -- Gubernur Papua Lukas Enembe mendaku (klaim) bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan soal perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika.
"Jadi, jika Freeport atau pihak lainnya mengatakan sudah melibatkan pemerintah, pemerintah yang mana, karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah," katanya di Jayapura, Senin (16/11).

Menurut Lukas, pihak yang menentukan PT Freeport Indonesia beroperasi atau tidak di Kabupaten Mimika adalah Pemprov Papua, sehingga harus ada partisipasi dari pihaknya. "Hendak cepat atau lambat, kami yang tentukan, jika dilibatkan sejak awal, maka perpanjangan kontrak karya ini bisa jadi sudah selesai," ujarnya.

Dia menjelaskan pihaknya berharap pembahasan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia segera ditetapkan. "Jadi, saya pikir sudah waktunya ditentukan, jangan berlarut-larut seperti ini, karena akan menyusahkan banyak pihak," katanya lagi.

Dia menuturkan pihaknya meminta PT Freeport Indonesia untuk melakukan perpanjangan kontrak kerja pada tahun ini, karena prosesnya tidak sederhana.

"Jelas jika sudah dilakukan kesepakatan perpanjangan kontrak karya, kita harus mendapat bagian dari PT Freeport Indonesia, kita harus masuk di dalamnya," ujarnya lagi.

Dia menambahkan saham Pemprov Papua harus ada dalam kontrak karya tersebut, sehingga jelas apa saja bagian yang dimiliki oleh pihaknya.
Read More ...

Jumat, 13 November 2015

Komnas HAM Minta Freeport dan Pemerintah Perhatikan Hak Warga Papua

09.53.00
Kiri-kanan: Kepala Bapenas Sofyan Djalil, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, dan Senior Vice President Geo Services PT Freeport Indonesia Wahyu Sunyoto saat meninjau tambang terbuka Grasberg di area PT Freeport Indonesia, Timika, Papua, 19 September 2015. ANTARA/Muhammad Adimaja

Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nurcholis meminta pemerintah dan PT Freeport Indonesia memperhatikan hak warga Papua terkait dengan pembahasan renegoisasi kontrak karya antara pemerintah Indonesia dan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.


Menurut Nurcholis, perlindungan terhadap hak warga Papua merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Itu sudah menjadi komitmen internasional.


"Yang harus dijadikan tolok ukur, bagaimana praktek kegiatan pertambangan PT Freeport selama ini terhadap hak-hak warga setempat,” kata Nurcholis dalam acara diskusi buku Menggugat Freeport di kantor Komnas HAM di Jakarta, Jumat, 13 November 2015.



Nurcholis menjelaskan, Dewan HAM Internasional pada 2011 telah mengeluarkan prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi panduan bisnis dan hak asasi manusia. Antara lain disebutkan negara wajib melindungi masyarakat dari dampak pelanggaran HAM, termasuk oleh pihak perusahaan.



Nurcholis menegaskan, korporasi apa pun harus menghormati hak-hak asasi warga di tempatnya beroperasi. Apalagi PT Freeport merupakan perusahaan multinasional. "Tidak ada pilihan bagi setiap perusahaan, termasuk Freeport, harus menghormati hak asasi manusia warga setempat jika ingin kegiatan usahanya berkelanjutan,” ujarnya.


Nurcholis mengatakan, kenyataan selama ini, masyarakat hanya ditengok oleh korporasi bila dibutuhkan. Salah satu contohnya, bila ada protes dari dunia internasional, barulah masyarakat diperhatikan. "Selama ini apa mereka dipedulikan?"




Dia mengingatkan, jangan sampai keberadaan korporasi justru menimbulkan konflik bagi masyarakat sekitar, yang sewaktu-waktu bisa muncul. "Pada saat konflik terjadi, nyawa taruhannya,” ucapnya.


Komnas HAM berharap apa pun kebijakan yang diambil tidak hanya menempatkan kepentingan negara dalam tingkat elite, tapi juga melihat bagaimana korporasi bisa bekerja sama dengan masyarakat setempat dan adakah dampak positifnya bagi masyarakat. "Itu yang harus jadi itemevaluasi," tuturnya.


Bila kontrak karya PT Freeport diperpanjang tapi pemerintah tidak mengevaluasi apa yang terjadi selama ini, yang terjadi adalah penambahan masalah yang justru akan menyulitkan pemerintah Indonesia.
AHMAD FAIZ IBNU SANI
Read More ...

Markus Haluk : 'Dana Darah' Freeport Hina Kami Rakyat Papua

09.37.00
Markus Haluk : 'Dana Darah' Freeport Hina Kami Rakyat Papua
Penulis buku Menggugat Freeport Markus Haluk 

 JAKARTA- Penulis buku 'Menggugat Freeport', Markus Haluk mengatakan sangat terhina atas Dana Darah yang diberikan PT Freeport Indonesia yang sudah diberikan sejak 1996.
Dikatakan Markus Dana Darah atau Bayar Kepala tersebut tidak menyelesaikan akar masalah yang terjadi.
"Kami tidak ingin dibayar oleh uang. Dana Darah Freeport hina kami rakyat Papua," tegasnya di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (13/10/2015).
Markus mengatakan akibat pengucuran dana tersebut, banyak hal yang akhirnya terjadi.
Seperti, memecah belah suku yang ada dan dinilai telah mengabaikan serta mengaburkan upaya konstitusional yang dituntut atas kehadiran PT Freeport di tanah Papua.
Dia menuturkan bahwa selama dana tersebut diberikan kepada lembaga masyarakat Amungme (Lemasa) dan lembaga pengembangan masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK), justru dalam perjalanannya mengubah haluan perjuangan rakyatPapua.
"Sebelumnya banyak yang menentang adanya Freeport di Lemasa dan LPMAK, justru sekarang hanya sebagai pembantu Freeport. Ini sudah tidak benar," ungkapnya.
Markus merencanakan akan mengadvokasi masyarakat untuk membantu menuntut hak-hak yang harus diberikan kepada masyarakat Papua, khususnya pemilik tanah adat yang diklaim Freeport.
"Freeport ini telah memecah-memecah rakyat Papua dan seenaknya, mereka (Freeport) selalu melakukan tawar menawar perjuangan kami dengan uang," terang Markus.
Read More ...

Tokoh Muda Papua: Orang Parpol yang Tak Tahu soal Freeport Tidak Usah Bicara

09.34.00
PT Freeport Indonesia

JAKARTA - Tokoh Muda Amungme, Papua, Hans Magal menyayangkan sikap sejumlah politisi partai politik yang mengutarakan pendapatnya soal kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Menurut dia, politisi mau pun pejabat pemerintah di Jakarta tidak mengerti betul keadaan masyarakat asli di Papua yang kena imbas langsung eksplorasi PT Freeport Indonesia.
"Kalau bicara soal Freeport, orang-orang di Jakarta, parpol, yang tidak tahu tidak usah bicara. Karena ini bukan kepentinganreshuffle, bagi jatah menteri, atau lintas partai. Kok parpol sibuk bicara Freeport," ujar Hans di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (13/11/2015).
Padahal, kata Hans, selama ini masyarakat Papua bungkam menunggu inisiatif pemerintah untuk bertindak. (baca: Sudirman Said Blakblakan soal Freeport dan Petral)
Hans mengatakan, semestinya pemerintah pusat bergerak langsung bertindak sesuatu terkait Freeport. (baca: Istana: Tak Peduli Pencatut, Presiden Jokowi Tak Bisa Didikte soal Freeport)
Hans mengingatkan adanya perjanjian yang disebut "January Agreement" antara warga setempat dengan PT Freeport Indonesia. Isinya menjanjikan kesejahteraan bagi warga di sekitar perusahaan dan pertambangan.
"Di situlah diikat semua komitmen negara apa yang harus negara perbuat tentang Freeport. Pada prinsipnya, negara masih berutang budi. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab penuh," kata Hans.
Hans mengatakan, selama hampir 50 tahun warga Papua menanti realisasi perjanjian itu. Oleh karena itu, dia mewakili warga Papua kini meminta pertanggungjawaban PT Freeport Indonesia dan pemerintah untuk melakukan renegosiasi Kontrak Karya. (baca:Oesman Sapta: Sudirman Jangan Banyak Omong, kalau Berani Sebut Nama)
"Sampai hari ini, kita belum melihat realisasi sumpah dan janji January Agreement," kata Hans.
Masalah Freeport kembali mencuat setelah Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya menyebutkan adanya tokoh politik yang sangat berkuasa mencoba menjual nama Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Freeport.
Pencatutan nama Presiden dan Wapres dilakukan agar kontrakFreeport bisa segera diberikan. (Baca: Menteri ESDM: Ada "Politisi Kuat" yang Catut Nama Presiden dan Wapres ke Freeport)
"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu," ujar Sudirman Said seperti dikutip dalam acara Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV dan dikutip Kompas, Selasa (10/11/2015).
Read More ...