PAPUAtimes
PAPUAtimes

Breaking News:

   .
Tampilkan postingan dengan label Kekerasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kekerasan. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Desember 2016

Tahun 2017 Kasus Paniai Harus Dikawal Lebih Ketat

18.12.00
Korban penembakan oleh aparat TNI/Polri di lapangan
Karel Gobai Enarotali Paniai 8 Desember 2014. (Ist/SP)
JAKARTA —- Marthen Goo, salah satu aktivis kemanusiaan Papua menilai belum kunjungnya penyelesaian tragedi paniai berdarah dalam kurung waktu dua tahun disebabkan karena pendekatan-pendekatan yang dilakukan negara diluar dari rasionalitas.
“Bagaimana kasus paniai mau selesai kalau negara terus bergerak diluar mekanisme dan diluar keinginan korban dan keluarga korban,” kata Marten Goo yang juga koordinator National Papua Solidarity (NAPAS), belum lama ini, di Jakarta.
Dikatakan, sebenarnya kasus tersebut dapat diselesaikan jika pemerintah pusat berkehendak mendesak institusi militer.
“Ada dua cara untuk selesaikan kasus ini. Itupun kalau pemerintah bersedia. Pertama, Presiden desak Kapolri untuk mengumumkan siapa pelaku penembakan. Dan kedua, Menkopolhukam bisa desak Kapolri umumkan siapa pelaku penembakan,” ucap dia.
Karena menurutnya, Polisi dan TNI sudah melakukan penyilidikan terlebih dahulu dari Komnas HAM dan lembaga-lembaga lain.
Namun, lanjut dia, malah negara terkesan berusaha menskenariokan itu dalam formal juridis.
“Tujuannya adalah mau menghilangkan pelaku penembakan seperti kasus Abepura Berdarah,” katanya.
Lanjut dia, “untungnya masyarakat Paniai Cerdas, jadi tuntutan mereka jelas. Polisi harus umumkan pelaku, kemudian mereka minta pihak luar datang untuk melakukan Investigasi,” ucapnya.
Maka, dia menilai, semua dinamika yang diciptakan Negara selama ini, hanya bertujuan untuk menipu orang Papua.
Padahal, sambungnya, Jokowi sudah bilang kasus HAM Paniai ini akan diselesaikan di depan masyarakat yang ikut Natal bersama pada tahun 2014 lalu. Namun sampai saat ini, pernyataan seorang Presiden itu, ternyata hanya menipu rakyat Papua.
“Hal yang sama dengan Wakil Presiden, dimana, dengan Enaknya Wakil Presiden berkata “jika mereka melakukan perlawanan, ya, harus dilawan. Pernyataan Presiden dan Wakil Presiden seperti ini, sangat melecehkan martabat manusia Papua,” urainya.
Lalu lanjutnya lagi, “Sekarang menkopolhukam berkoar-koar mau selesaikan kasus pelanggaran HAM, tapi pelanggaran HAm tetap jalan terus. Kasus Paniai saja, tidak ada tahapan kongkrit yang dilakukan,” ucap dia.
Sehingga dia berharap, semua pihak dapat mengkawal kasus Paniai Berdarah dengan ketat agar korban tidak dipermainkan. Dan lebih bagus lagi kalau kasus HAM Paniai digantung, dari pada orang Papua ditipu dan dilecehkan oleh Negara dengan Skenario Hukum yang dibelokan seperti kasus Abepura Berdarah.
“Masa Abepura Berdarah itu statusnya Pelanggaran Ham Berat, tapi tidak satu pelaku pun yang dijerat hukum. Itu tindakan pelecehan besar terhadap orang Papua,” pinta dia. (Stevanus Yogi)
Read More ...

Jumat, 02 Desember 2016

'Papua Saudara Kami', Dukungan Untuk Pendemo Papua di Jakarta

10.53.00
Para pendemo Papua di Jakarta, sebagian menggunakan atribut
bintang kejora, yang sering digunakan organisasi Papua merdeka.
Polisi menyemprotkan meriam air dan sejumlah aktivis sempat ditahan menyusul aksi sekitar 100 orang di Jakarta dan berbagai kota lain di Indonesia pada tanggal 1 Desember, hari yang diperingati setiap tahun untuk mengangkat tuntutan kemerdekaan Papua.
Aksi polisi ini segera mengundang banyak reaksi dari media sosial berisi dukungan terhadap para aktivis yang turun ke jalan di Jakarta ini dan untuk pertama kalinya melibatkan warga non-Papua.
Tagar Papua, #KamiIndonesia dan #WestPapua populer melalui Twitter dengan kicauan antara lain dari akun Jakarta tolak reklamasi @saveJKTbay yang menulis, "Papua saudara kami, mereka layak menentukan hidup mereka dan seperti kami menetukan pengelolaan Teluk."



"Demokrasimu cuma buat segelintir orang dan NKRImu itu jargon kejam!," cuitan DhyCat @purplerebel sementara Dandhy Laksono -videografer Ekspedisi Indonesia Biru- menulis, "Pemuda-pemuda Papua sedang ditangkapi di Jakarta karena menyalurkan aspirasi politik. Mestinya ini saat yang tepat membuat parade Bhinneka."
"Secara statistik, jumlah retweet yang saya peroleh untuk isu Papua langsung terjun bebas dibanding posting soal Jakarta," lanjut Dandhy mengacu pada isu Gubernur nonaktif Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok dengan rencana demonstrasi lanjutan pada Jumat, 2 Desember.

Papua hanya ingin haknya

Dalam aksi di Jakarta, sejumlah aktivis menggunakan atribut bintang kejora, bendera yang selalu dikibarkan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka setiap tanggal 1 Desember.





Pengamat Papua, Amiruddin al-Rahab mengatakan turunnya para aktivis di Jakarta menunjukkan upaya anak-anak muda yang ingin menggunakan ruang demokrasi yang terbuka saat ini.
"Teman-teman muda Papua itu mau menggunakan ruangan itu dengan berdemonstrasi di Jakarta... ternyata belum memberi ruang yang cukup untuk teman-teman Papua," kata Amiruddin -yang pernah menjadi anggota tim penelitian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI.
"Dalam situasi seperti ini ya teman-teman Papua berusaha terus dan pihak pemerintah bisa belajar dari situ sehingga mereka tak reaktif," tambahnya mengacu pada langkah penahanan sejumlah aktivis yang sempat diciduk sebelum dibebaskan.
Penahanan sejumlah aktivis juga dilaporkan terjadi di Yogyakarta.
Langkah aparat ini juga menjadi perhatian sejumlah pengguna media sosial, termasuk Jeffar Lumban Gaol yang menulis, "Kenapa suara orang Papua tak didengar, baru bicara hak asasi langsung dibungkam.," dan Bongabonga Rhapsody, "Ketika perbedaan jadi momok, persatuan jadi jargon omong-kosong. Yang dianggap berbeda dengan kita langsung ditindas. Papua hanya ingin haknya!"
Amiruddin al-Rahab menyatakan pemerintah perlu membentuk tim komunikasi agar aspirasi anak-anak muda Papua didengar.
"Ada tiga langkah yang bisa diambil. Pertama Presiden perlu membuat tim komunikasi sehingga aspirasi anak muda bisa didengar...juga ada persoalan pembangunan harus dideklarasi dengan baik sehingga dan menimbulkan kecemasan dan yang ketiga masalah HAM di masa lalu ini harus ditangani. Bila ini diambil mungkin ada suasana baru sehingga ada komuinikasi. Kalau tak dibuka (komunikasi) akan jadi persoalan di jalanan," kata Amin.
Read More ...

Selasa, 11 Oktober 2016

Legislator : Polisi Ingkar Janji Dalam Kasus Sugapa

08.47.00
Masyarakat Sugapa di Intan Jaya berkumpul dalam satu kesempatan
 - Dok. Jubi
Jayapura - Legislator Papua dari Daerah Pemilihan (Dapil) Intan Jaya, Paniai, Mimika, Nabire, Deiyai dan Dogiyai, Maria Duwitau menyatakan polisi ingkar janji dalam penuntasan kasus penembakan di Sugapa, Intan Jaya, 28 Agustus 2016 oleh oknum anggota Brimob yang menyebabkan Otianus Sondegau meninggal dunia.
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan, ketika penyelesaian kasus penembakan itu dengan pihak keluarga korban di Sugapa, lalu, Polda Papua berjanji akan memberikan hukuman setimpal kepada oknum anggota Brimob yang terbukti bersalah dan terlibat dalam kasus itu. Pihak keluarga pun tak meminta apa-apa selain menginginkan oknum pelaku dipecat dari kesatuan.
"Harga nyawa manusia Papua sangat mahal. Jangan hanya dihargai 21 hari kurungan atau maksimal satu tahun. Itu tak ada efek jera kepada pelaku. Masyarakat awam saja bisa menilai itu. Apa yang pihak Polda Papua sampaikan di lapangan dengan putusan yang ada berbeda. Bohong kalau ada yang mengatakan Brimob membela diri dalam kejadian itu karena dikejar panah oleh masyarakat," kata Maria, Selasa (11/10/2016).
Menurutnya, jika ada pihak yang menyatakan Polda Papua telah memberikan dana sebesar Rp150 juta kepada pihak keluarga, uang itu bukan untuk bayar kepala alias penyelesaian adat.
"Ketika penyelesaian dengan pihak keluarga, kami ada di Sugapa. Ketika itu hadir juga Wakapolda Papua, Wadir intel Polda Papua, Kasad Brimob dan lainnya. Kapolda memberikan uang Rp150 juta itu bukan bayar kepala. Itu uang duka. Kalau tuntutan bayar kepala dari keluarga, justru ingin nyawa dibayar nyawa," ucapnya.
Katanya, selain warga, saksi kasus penembakan itu adalah anggota polisi yang bertugas di Intan Jaya. Ia meminta kepada semua aparat kemanan, baik TNI maupun Polri memperlakukan orang asli Papua sebagaimana mestinya.
"Orang asli Papua jangan dilihat sebagai binatang dan seenaknya dibunuh. Kapolda harus menempatkan masalah ini dengan benar. Tak ada yang berhak mengambil nyawa manusia selain Tuhan," katanya.
Legislator Papua lainnya dari Dapil yang sama dan juga keluarga korban, Thomas Sondegau mengatakan, pihaknya tak terima putusan hukuman terhadap lima oknum Brimob itu.
"Polda berjanji akan dilakukan hukum postif, tapi kenyataannya dari lima oknum Brimob, empat diantaranya hanya dihukum 21 kurungan dan satu lainnya, satu tahun penjara. Ini hanya hukum disiplin. Kami keluarhga tak tuntut apapun. Kami hanya mau mereka dipecat," kata Thomas.
Menurutnya, pertanggungjawaban oknum Brimob didepan hukum harus sesuai perbuatan mereka.
"Pencuri singkong saja dihukum sampai dua tahun penjara, tapi dalam kasus ini menghilangkan nyawa orang hanya dihukum 21 hari dan satu tahun," ucapnya.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) Patrige Renwarin mengatakan, kelima oknum Brimob disanksi disiplin lantaran dinilai menyalahgunakan senjata hingga menyebabkan warga sipil menginggal dunia.
"Sanksinya variatif, khusus Jackson Simbiak dan Paul Eduardo Ansanay dicopot dari jabatannya sebagai komandan pleton. Sedangkan Jefri dicopot jabatannya sebagai komandan regu," kata Patrige.
Menurutnya, kelima anggota Brimob tak dikenakan sanksi pidana lantaran terbukti membela diri dari serangan busur panah yang dilepaskan warga sekitar lokasi tertembaknya korban.
"Dari pemeriksaan pimpinan sidang, kelima oknum ini melepaskan tembakan setelah diserang warga dengan busur panah. Tembakan mengeni korban," imbuhnya. (*)
Read More ...

Sabtu, 11 Juni 2016

Legislator Ingin Oknum Polisi Pelaku Penyisiran Di Mimika Diproses Hukum

10.47.00
Ilustrasi Anggota Polisi – Jubi/Doc
Jayapura – Legislator Papua, Wilhelmus Pigai ingin oknum anggota polisi yang melakukan penyisiran di Kompleks Wowor, Kelurahan Kwamki, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, 5 Mei 2016 diproses hukum jika terbukti bersalah.
Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM itu mengatakan, sikap Kapolda Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw mengirim tim Propam Polda setempat ke Mimika untuk melakukan investigasi dan memeriksa oknum-oknum polisi yang diduga melakukan penyisiran harus dituntaskan.
“Kalau terbukti bersalah, saya minta ada tindakan tegas. Harus tuntas. Tindakannya bukan dipindahkan ke daerah lain, tapi harus diproses hukum. Jangan hanya kode etik yang hukumannya ringan,” kata Pigai yang juga merupakan wakil dari Daerah Pengangkatan Mimika dan sekitarnya, Jumat (10/6/2016).
Namun kata dia, informasi yang didapat pihaknya, tak semua oknum-oknum yang diduga terlibat dalam penyisiran diperiksa. Termasuk Kapolsek Mimika Baru dan beberapa perwira menengah lainnya.
“Kami ingin semua yang diduga terlibat penyisiran diperiksa. Kami akan minta hasil investigasi dan pemeriksaan yang dilakukan Propam Polda Papua. Kami mau disampaikan ke publik agar transparan dan terbuka,” ucapnya.
Katanya, jika terbukti bersalah oknum itu jangan hanya dipindah tugaskan ke tempat lain. Namun harus diporses hukum. Ini agar ada efek jera. Apalagi Kapolres Mimika sendiri lanjut dia, mengaku kepada salah satu tokoh agama di Mimika tak memerintahkan penyisiran.
“Kepada saya Kapolres juga menyatakan hal yang sama. Tak memerintahkan penyisiran. Tapi itu diskresi. Kapolres juga mengaku akan memproses oknum-oknum anggotanya,” katanya.
Hal yang sama dikatakan anggota DPR Papua dari Dapil Mimika dan sekitarnya, Mathea Mamoyau. Menurutnya, kini hasil investigasi yang sudah dilakukan DPR Papua sedang dirampungkan dan akan diserahkan ke DPR Papua. Pihak parlemen juga berencana akan melakukan pertemuan dengan Polda Papua terkait masalah itu.
Sebelumnya, Kapolres Mimika, AKBP Yustanto mengatakan, kejadian itu akibat salah komunikasi warga dengan pihak kepolisian. Pasca kejadian, semua pihak melakukan pertemuan. Ia juga meminta maaf atas kejadian itu. (*)

Sumber : www.tabloidjubi.com
Read More ...

Kamis, 09 Juni 2016

Polisi Perlu Buktikan Keterlibatan Pejabat Papua Dengan KB

14.00.00
Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize – Jubi/Arjuna
Jayapura –  Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize menyatakan, jika polisi menduga ada pejabat di Papua yang memiliki jaringan atau berada dibalik Kelompok Bersenjata (KB), harus dibuktikan. Siapa pejabat itu dan apa motifnya.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, jangan hanya menciptakan opini. Perlu dibuktikan jika memang ada oknum pejabat Papua yang sering memberikan dana ke KB. Motifnya juga harus diungkap. Apakah karena dipaksa ataukah memang ada tujuan tertentu.
“Kalau memang ada pejabat Papua yang memback up dan terbukti ya diproses saja. Jadi mungkin dengan membongkar itu dan menanyakan kepada oknum yang sudah ditangkap dari sumber dananya, semua bisa dibongkar,” kata Kaize menjawab pertanyaan Jubi, Kamis (9/6/2016).
Menurutnya, jika polisi bisa membuktikan hal itu, akan terurai jelas nantinya. Apakah benar ada oknum pejabat yang terlibat ataukan ada pihak-pihak yang sengaja mengatasnamakan pejabat di Papua untuk kepentingan mereka.
“Bisa saja tujuan pihak-pihak itu untuk mengacaukan Papua. Kalau hanya sebatas melempar issu, itu bisa jadi polemik. Jangan atau atau, harus pasti,” ucapnya.
“Kalau misalnya issu itu disampaikan oleh pihak kepolisian, polisi harus menyebut oknum pejabat itu siapa. Jangan melempar isu sebelum ada bukti,” katanya lagi.
Pasca tertangkapnya Kelenak Telenggen, anggota KB yang selama ini beraksi di Lanny Jaya, Puncak Jaya dan Puncak oleh tim Polda Papua, pekan lalu di Wamena, Jayawijaya mencuat issu adanya pejabat di Papua yang mendanai Kelompok Bersenjata.
Ketika Kelenak Telenggen ditangkap, polisi menemukan uang senilai Rp. 105 juta dalam sebuah tas. Kepada polisi, Kelenak mengaku uang itu didapat dari salah satu pejabat di Tembagapura, Mimika berinisial KT. Katanya, uang itu untuk membangun rumah di Wamena.
Sementara Kapolda Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw mengatakan, pihaknya akan memanggil sejumlah pihak yang diduga mendanai kelompok Kelenak.
“Kami akan cari tahu sumber dana kelompok ini darimana,” kata Kapolda Waterpauw.
Polisi menduga ada sejumlah pejabat di Papua yang memberikan uang kepada kelompok bersenjata. Polisi akan menelusuri keterlibatan pejabat tersebut itu apakah karena mendapat ancaman dari kelompok bersenjata ataukah memang mendukung kelompok ini. (*)
Read More ...

Rabu, 08 Juni 2016

Legislator Ajak Petinggi di Papua Betindak Sikapi Situasi Papua Terkini

22.30.00
Laurenzus Kadepa, Legislator Papua. (Foto: Dok SP)
Jayapura — Laurenzus Kadepa, legislator di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua mengajak para petinggi militer, gubernur, MRP dan DPR Papua agar tidak tidak tinggal diam meratapi berbagai peristiwa yang terjadi di Papua tetapi harus bertindak sikapi berbagai kasus pembunuhan dan penemuan mayat di Papa.
“Kematian orang Asli Papua terjadi hampir setiap hari dan malam. Saya mengajak semua pihak dan semua petinggi yang ada di Papua untuk berbicara dan bertindak mengatasi situasi ini,” ajak Kadepa, kepada saurapapua.com dari Jayapura, Kamis (9/6/2016).
Menurut Kadepa, banyak kematian tidak wajar terjadi di Papua tetapi para petinggi di Papa diam dan terlena dalam kesibukan mereka. Padahal, kata dia, situasi keamanan orang Papua makin hari makin suram. Banyak kematian tak wajar, para petinggi di Papua hanya diam saja.
“Kapolda Papua adalah orang yang paling bertanggungjawab untuk menjaga keamanan di Papua karena Kapolda adalah penanggungjawab keamanan di Papua. Tapi ketika terjadi banyak kematian akhir-akhir ini tidak ada upaya pencegahan yang dilakukan. Agar kehidupan orang di Papua lebih nyaman. Saya minta agar segera ada tindakan untuk meminta penjelasan pada Kapolda Papua tentang situasi ini. Siatuasi saat ini semakin tidak aman,” tegas Kadepa.
Lanjut dia, “Saya melihat dimana-mana ada penemuan korban mayat. Motif kematiannya pun bermacam-macam. Ini harus segera diambil tindakan nyata. Karena negara sudah berkomitmen untuk menyelesaikan pelanggan HAM di Papua,” ujarnya.
Menurut dia, kalau dengan penemuan mayat dengan motif yang berbeda-beda ini akan menambah daftar panjang pelanggaran HAM dan ini akan semakin sulit untuk diselesaikan.
“Kematian orang Asli Papua akhir-akhir ini mengarah ke pelanggaran HAM dan itu masih saja ada, bahkan tambah meningkat. Ini sangat lucu. Juga sangat disayangkan,” pungkasnya.
Beberapa waktu ini banyak terjadi pembunuhan di Papua. kasus terbaru adalah Jefri Nawipa (20) warga Lembah Sunyi, Angkasapura, Distrik Jayapura Utara ditemukan meninggal dunia di depan Gedung Negara Dok V Kota Jayapura, Papua, Selasa (7/6/2016). (Arnold Belau)
Read More ...

Sabtu, 04 Juni 2016

Legislator: Koordinator Demo Bara NKRI Harus Bertanggungjawab

18.56.00
Aksi Bara NKRI Kamis (2/6/2016) – (JUBI/ZA)
Jayapura – Legislator Papua, Wilhelmus Pigai meminta koordinator demo massa Barisan Rakyat Pembela (BARA) NKRI yang melakukan demo di halaman kantor DPR Papua, Kamis (2/6/2016) bertanggungjawab  atas pemukulan terhadap seorang wanita, Hendrika Kowenip di ruas jalan Lapangan Trikora, Abepura yang diduga dilakukan oknum massa aksi.
Anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Keamanan, Hukum dan HAM itu mengatakan, pihaknya sangat menghargai aksi demo itu. Namun yang tak bisa diterima lantaran ada peristiwa pemukulan kepada salah seorang warga yang diduga dilakukan oknum massa aksi.
“Koordinatornya harus bertanggungjawab. Dia tak mampu mengendalikan massanya. Tujuan demo damai itu dikotori oleh orang-orang yang memperkeruh keadaan,” kata Wilhelmus Pigai, Jumat (3/6/2016).
Politisi Hanura itu mendesak kepolisian segera menyelidiki, mencari, menangkap dan memproses hukum pelaku pemukulan. Menurutnya, hukum harus ditegakkan. Siapapun dan dari kelompok manapun dia. Jangan ada diskriminasi hukum yang bisa menghilangkan kepercayaan rakyat.
“Polda segera menyelidiki oknum yang memukul korban. Kejar provokatornya. Misi demo damai, tapi ada oknum yang mengotorinya. Saya anggap oknum itu yang memprovokasi. Ini yang harus dicari. Polisi jangan diam, tangkap otak yang melakukan pemukulan. Kami mau melihat apakah hukum benar-benar ditegakkan,” ucapnya.
Katanya, DPR Papua selalu menyakan, kantor parlemen setempat merupakan rumah rakyat. Apapun itu aspirasinya, sebagai wakil rakyat pihaknya wajib menerima. Namun yang diminta pihaknya, tuntutan apapun itu harus dilakukan dangan cara terhormat dan damai. Tanah Papua ini tanah damai, jangan ada pertumpahan darah dan anarkis.
“Apa yang mereka lakukan kami hargai. Tapi yang mengotori itu yang diproses. Kapolda segera perintahkan anggotanya mengejar pelaku. Kalau saja ketika aksi itu ada respon dari pihak lain, bisa terjadi gesekan. Ini harus dihindari,” katanya.
Kamis (2/6/2016), ribuan massa yang menamakan diri BARA NKRI demo damai di DPR Papua. Beberapa poin yang dituntut massa yakni pembubaran keberadaan organisasi yang mendukung Papua Merdeka.
Namun sebelum sampai dititik tujuan utama, Kantor DPR Papua, ada oknum massa yang ketika itu berkumpul di Lapangan Trikora, Abepura melakukan pemukan kepada Hendrika Kowenip. Akibatnya, korban mengalami luka memar dan luka dibagian punggung dan wajah.
Sementara Komnas HAM Perwakilan Papua menyatakan menerima dua pengaduan korban penganiayaan dan pemukulan yang diduga dilakukan massa BARA NKRI.
“Pengaduan pertama oleh korban Hendrika Kowenip. Korban mengaku dipukul dipukul di Lapangan Trikora. Korban kedua empat orang ibu-ibu di Polimak, Kota Jayapura. Mereka mengaku dilempari batu dan botol air mineral,” kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey. (*)

Sumber  : www.tabloidjubi.com
Read More ...