PAPUAtimes
PAPUAtimes

Breaking News:

   .
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 Oktober 2016

Komisioner Komnas HAM Sebut Kehadiran Jokowi di Papua Sia-sia, Ini Jawaban Istana

15.59.00
Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Kota Sorong,
Papua Barat, Senin (29/12/2014). Pagi hari, Presiden blusukan
ke perkampungan nelayan di Kelurahan Malawei, Distrik Sorong Manoi.
Tampak Presiden berdialog dengan perwakilan nelayan. Selain itu,
Presiden juga memberi bantuan motor untuk perahu nelayan di tempat tersebut.
Jakarta — Pihak Istana merespons pernyataan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, yang menyebut kehadiran Presiden Joko Widodo di Papua merupakan hal yang sia-sia.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo menegaskan, tidak benar jika kunjungan Presiden ke Papua selama ini tidak bermanfaat bagi rakyat Papua sendiri.
"Ada kemajuan yang signifikan yang sudah dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla kepada masyarakat di Papua," ujar Johan melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (18/10/2016).
Contohnya ialah pembangunan infrastruktur yang sudah dimulai. Ada pula program menekan harga di Papua dengan cara memperlancar arus distribusi barang di Papua.
"Ini mampu menekan harga kebutuhan pokok secara signifikan," ujar Johan.
Johan juga menegaskan bahwa Presiden Jokowi sangat peduli terhadap rakyat Papua, sama seperti kepedulian Jokowi kepada rakyat miskin di Indonesia pada umumnya.
Meski demikian, Johan memastikan bahwa pernyataan Natalius Pigai itu menjadi masukan dan kritik agar kinerja Presiden Jokowi ke depan terkait pembangunan di Papua lebih baik lagi.
"Komentar itu tentu dianggap sebagai masukan dan kritik untuk lebih mengarahkan arah pembangunan Papua sekaligus lebih meningkatkan kepedulian Presiden kepada Papua," ujar Johan.
Sebelumnya, Natalius mengkritik kedatangan Jokowi di Papua sebanyak empat kali selama dua tahun kepemimpinannya.
Menurut dia, kunjungan itu tidak membawa dampak apa pun bagi warga Papua. 
"Semua kunjungan Presiden Jokowi terkesan tidak memberi manfaat dan hasilnya sampai sejauh ini belum pernah ada kebijakan yang dirasakan secara langsung oleh rakyat Papua," ujar Natalius dalam keterangan tertulis, Senin (17/10/2016).
Presiden Jokowi, kata Natalius, justru menjadi sumber masalah di Papua karena dianggap tidak memiliki kompetensi sosial untuk membangun kepercayaan, juga kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan di sana.
Jokowi kembali mengunjungi Papua. Dalam kunjungan tersebut, Presiden meresmikan enam proyek listrik Papua dan Papua Barat.
Jokowi berharap dengan infrastruktur listrik yang terus bertambah, semua kebutuhan listrik Provinsi Papua dan Papua Barat bisa selesai pada 2019.
"Saya sampaikan, saya enggak mau 2020, saya minta 2019 seluruh kecamatan sudah terang semua. Masa lama sekali," kata Jokowi yang langsung disambut tepuk tangan warga.
Jokowi juga menyinggung harga bahan bakar minyak (BBM) di Papua yang selangit. Ia melihat ada ketidakadilan bagi masyarakat Papua. Sebab, di sejumlah daerah terpencil di Papua, harga BBM bisa mencapai Rp 100.000 per liter.
Padahal, di daerah lain, harga BBM jenis premium tidak mencapai Rp 7.000 per liter.
Presiden menginstruksikan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto mencari jalan keluar agar harga BBM di Papua bisa sama dengan daerah lain.
Sumber : www.kompas.com
Read More ...

Selasa, 11 Oktober 2016

Kompolnas: Anggota Polisi di Papua Harus Pelajari Peraturan tentang HAM

08.51.00
Komisioner Kompolnas Irjen (Purn) Bekto Suprapto saat
 diwawancarai wartawan di Markas Polda Papua, Selasa (11/10/2016)
Jayapura - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Inspektur Jenderal (Purn) Bekto Suprapto menyatakan, setiap anggota polisi di Papua harus memahami peraturan terkait implementasi tugas yang tidak mencederai nilai-nilai hak asasi manusia.
Dengan memahami regulasi tersebut akan menghindarkan anggota yang bersangkutan dari jeratan sanksi disiplin hingga pidana umum ketika bertugas di tengah masyarakat.
Hal ini disampaikan Bekto saat ditemui usai pertemuan dengan Komisi Kepolisian Nasional bersama Wakil Polda Papua Brigjen Rudolf Albert Rodja, Wakil Kejati Papua Abdul Azis, dan sejumlah pemuka agama di Markas Polda Papua, Jayapura, Selasa (11/10/2016).
Bekto mengatakan, setiap anggota polisi wajib memahami Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Apabila anggota polisi melakukan pelanggaran ketika bertugas di lapangan, maka dirinya akan mendapatkan sanksi yang bertubi-tubi, yakni sanksi disiplin, sanksi kode etik, sanksi administrartif dan pidana. Karena itu, ia harus memahami Perkap Nomor 8 sebelum terjun ke lapangan,” kata Bekto.
Ia pun mengimbau agar sejumlah pihak seperti media massa, Komnas HAM, dan tokoh masyarakat jangan terlalu dini mengklaim suatu kasus kekerasan adalah pelanggaran HAM.
“Hanya pengadilan yang berhak menentukan kasus tersebut adalah pelanggaran HAM. Apabila ada oknum aparat maupun warga yang bersalah maka aturan hukum wajib ditegakkan,” tambah mantan Kapolda Papua ini.
Diketahui bahwa sudah berulang kali terjadi kasus kekerasan yang melibatkan antara aparat keamanan dan warga sipil di Papua.
Terakhir pada 27 Agustus 2016 di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, lima oknum Brimob Polda Papua diduga lalai menggunakan senjata hingga menewaskan seorang pemuda bernama Otianus Sondegau. Insiden penembakan itu memantik emosi sekitar 200 warga setempat. Mereka pun langsung membakar Markas Polsek Sugapa.
Sumber : www.kompas.com
Read More ...

Jumat, 09 September 2016

E-KTP, Teror dan diskriminasi: Siapa yang Makan Untung?

12.48.00
Ilustrasi E-KTP. (IST)
Oleh: Benny Mawel
Eh kawan soal pembedaan, diskriminasi dan lebihnya soal terror pemerintah sipil terhadap warga. Pemerintah meneror warga yang tidak memiliki e-KTP, katanya tidak bisa mendapatkan layanan publik hingga tidak diakui sebagai penduduk.
Ancaman itu datang dari Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zuldan Arif Fakrulloh. Ia mengatakan warga yang tidak memiliki e-KTP akan menerima sanksi administratif.
“Tanpa E-KTP Terancam Tak Dapat Layanan Publik, Warga Diminta Segera “Input” Data,” tulis situs online kompas.com dan Koran cetak kompas pertegahan Agustus 2016.
Ancaman senada datang dari kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jayapura, Merlan S. Uloli. Ia mngatakan “warga yang tak mempunyai e-KTP bukan penduduk kota ini (Jayapura),” tulis portal berita Papua, tabloidjubi.com.
Acaman atau lebih tepatnya teror. Pemerintah menakut-nakuti rakyat dengan tidak akan menerima layanan publik hingga bahkan tidak mengakui warga sebagai penduduk. Kita harus mengatakan ini terror karena sangat tidak masuk akal. Logikanya teror dan terror toh.
Memang sangat tidak masuk akal karena soalnya begini, dimana kewajiban pemerintah terhadap warga yang berada dalam wilayah Negara? Apakah pemerintah dengan serta merta bisa mengatakan warga yang sudah lama tinggal di wilayah itu bukan penduduk?
Soal lebih ekstrimnya, apakah pemerintah rela mengakui orang asli Papua yang tidak memiliki e-KTP itu bagian dari negara lain? Ataukan pemerintah setuju kalau orang
asli Papua yang tidak meiliki e-KTP itu warga Negara West Papua sebagaimana rakyat Papua inginkan?
Kita lupakan soal itu. Kalau bicara soal kewajiban pemerintah, entah ada e-KTP atau tidak, pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan UU hak asasi manusia ini. Ada tiga pilar kewajiban pemerintah, yakni: perlidungan, pemenuhan dan penghargaan. Tiga pilar itu sudah diatur dalam konvenan hak sipil dan politik dan ekonomi, sosial dan budaya, yang sudah diratifikasi pemerintah Indonesia ke dalam UU nasional.
Pemerintah mengadopsi (ratifikasi) semua itu dengan No 12 tahun 2005 dan UU No 11 tahun 2005 dan tentang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999. Atau pemerintah sudah melupakan hukum itu?. Kita lupakan saja membahas aturan yang tidak pernah dilaksanakan itu. Kita kembali focus kepada warga yang tertekan.
Warga yang tertekan itu ramai-ramai mengurus e-KTP untuk mengatasi ketakutannya dan harapannya suatu saat tidak mengalami hambatan untuk mendapatkan layanan publik dan diakui sebagai penduduk. Demi satu pengakuan itu, ada seorang teman dari pedalaman Papua datang ke rumah saya di dusun Pewe, pinggiran Abepura, mengatakan pengalaman mengurus e-KTP. Ia mengatakan warga yang tinggal jauh dari kota, distrik-distrik yang tidak ada jaringan internet dan tidak tersedia alat perekam harus ke Kota Wamena, ibu kota Jayawijaya.
Kata dia, mereka menghabiskan sejumlah uang untuk pergi pulang. Uang yang mereka habiskan tidak sedikit: mulai dari ongkos transpotasi, makan minum selama berada di kota biaya lainnya. Pengeluaran anggaran itu tergantung jarak distrik dan kota. Makin jauh jangkauan makin mahal ongkosnya.
Penggalan kisah itu dari kabupaten Jayawijaya, kabupaten Induk dari beberapa kabupaten di wilayah adat Lapago. Kabupaten yang sudah kita anggap sudah lebih maju dari kabupaten pemekaran. Kita tidak tahu cerita kabupaten Yalimo dan Mamberamo Tengah, misalnya. Kita harap saja, kabupaten pemekaran itu lebih baik dari kabupaten Induk.
Kita mengakui saja bahwa upaya warga mengurus e-KTP itu memang dalam tekanan tetapi itu juga bagian partisipasi warga dalam mensukseskan program pemerintah dan membangun daerah. Tetapi, kalau bicara program, warga yang sedang diteror tidak pernah tahu ujung dari program perekaman e-KTP itu.
Kita tafsirkan saja, e-KTP ini untuk mempermudah dalam mengurus layanan publik. Warga bisa mendapatkan layanan publik lintas wilayah. Warga yang bersakutan tidak bisa lagi memiliki KTP dobel. Amanlah, jadinya, suara rakyat dalam pemilihan umum tidak bisa dimanipulasi.
Kita berusaha menafsirkan tetapi tetap ada soal. Apakah ini dalam rangka mengontrol rakyat? Apakah ini upaya pemerintah mengatur kehidupan warga demi mengamankan kepentingannya sendiri? Apakah ini upaya pemerintah mengawasih ruang gerak rakyat yang bebas?
Perekaman e-KTP itu lebih berdampak kepada program pemerintah. Jumlah penduduk menentukan besaran anggaran? Apakah besaran yang diajukan waktu lalu, kini dan akan datang akan sampai ke warga? Ataukah data itu hanya menguntungkan para birokrat?
Birokrat yang makan untung atau tidak, itu sudah menjadi rahasia publik. Birokrat sudah lama makan untung atas nama rakyat. Rakyat dari dulu hingga kini tidak berubah. Rakyat menjadi objek kepentingan elit politik dan birokrat.
Kaum elit terus berkembang dari satu tahap ke tahap lain. Beli motor hingga mobil. Jumlahnya pun bahkan lebih dari satu. Rumah sederhana hingga rumah mewah dibangun. Mereka tidak pernah mengalami situasi krisis atau tidak. Kehidupan mereka bergerak normal dari warga masyarakat.
Warga masyarakatnya tidak pernah bergerak. Mereka bertahun-tahun lamanya bergerak dalam satu irama. Penjual pinang dengan modal 100 ribu tidak pernah berkembang sebagaimana para pejabat birokrat yang terus berkembang itu. Kalau kenaikan harga, kelangkaan kebutuhan hidup, warga masyarakat yang merasakan. Elit tidak pernah mengalaminya.
Kalau demikian, elit politik, segelintir orang sedang mengendalikan publik. Rakyat menjadi lahan sang elit yang rakus dan barbar. Karena, mereka yang rakuslah yang bisa memanfaatkan masyarakat atau orang lain demi kebutuhannya sendiri atas nama hukum. Preett..
Penulis adalah wartawan di tabloidjubi.com dan Koran Jubi

Sumber : http://suarapapua.com/
Read More ...

Gubernur: Semua Masalah di Papua Urusan Jakarta

12.42.00





Gubernur Papua Lukas Enembe (VIVAnews/ Banjir Ambarita)
Gubernur Papua marah RUU Otsus Plus ditolak Pemerintah Pusat.

Jayapura  – Gubernur Papua, Lukas Enembe, mengutarakan kekecewaannya terhadap Pemerintah Pusat karena menolak usulan Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus Plus untuk Papua.
"Saya tidak mau lagi berbicara tentang Papua. Kalau orang pusat mau bicara Papua, saya akan menutup diri," ujar Lukas Enembe di Jayapura usai perayaan HUT Partai Demokrat, Jumat, 9 September 2016.
Bahkan dalam pernyataannya yang lain, Lukas memilih untuk melepas diri dari masalah yang mungkin akan timbul di Papua. "Jadi kalau masalah Papua semakin besar, itu urusan Jakarta, bukan urusan saya lagi."
Padahal, kata Lukas, usulan RUU Otonomi Khusus itu merupakan keinginan bersama warga Papua. Pemerintah dianggap tidak jeli melihat persoalan di Papua secara utuh. Karena itu, Lukas pun memilih menutup diri, termasuk enggan menemui pejabat negara yang berkunjung ke Papua. 
"Mau Menkopolhukam kah, siapa kah, saya tidak ambil pusing. RUU Otonomi Khusus adalah aspirasi rakyat Papua, dan tidak ada jalan lain. Itulah yang harus diterima, tapi Jakarta selalu menolak, ya kami akan tutup diri," katanya.
Terpisah, Ketua Fraksi Partai Hanura di DPR Yan Permenas Mandenas mengingatkan agar Gubernur Papua Lukas Enembe untuk tidak menutup diri. Menurutnya, dengan sikap itu akan membuat masalah tidak selesai.
"Sebagai kepala daerah, Gubernur tidak bisa bersikap demikian. Komunikasi harus tetap dibangun dengan pusat, karena persoalan Papua juga persoalan bangsa Indonesia," katanya.
Memang, lanjut Yan Mandenas yang juga Ketua DPD Partai Hanura Papua, sikap Gubernur merupakan rentetan panjang usulan RUU Otonomi Khusus Plus yang tidak pernah disetujui pemerintah pusat. Namun, kalau Gubernur bersikap bijaksana dan kembali membuka ruang komunikasi, pasti ada jalan keluar.
"Alangkah baiknya Gubernur colling down dulu, lalu minta saran pemerintah pusat, apa saja dalam RUU Otplus Khusus yang tidak bertentangan dengan UU lain atau UUD ataupun regulasi lain yang saling berkaitan," katanya.
Yan juga mengingatkan agar dalam menyusun RUU Otonomi Khusus Plus, sebaiknya Gubernur juga melibatkan rakyat Papua, agar diketahui apa sebenarnya yang menjadi kehendak rakyat itu sendiri.
"Kan apa yang jadi keinginan rakyat Papua akan lebih jelas, bila rakyat dilibatkan. Nah, dengan kondisi itu kemungkinan pemerintah pusat akan menyambut baik apa yang jadi aspirasi rakyat," kata Yan. (ase)

Sumber : http://nasional.news.viva.co.id
Read More ...

Rabu, 17 Agustus 2016

Komite Nasional Papua Barat KNPB Mengucapkan Selamat Hari Proklamasi RI Ke-71

07.54.00
Foto: IST
Jayapura — Komite Nasional Papua Barat (KNPB) turut mengucapkan selamat merayakan hari prokalmasi RI ke-71 kepada negara kolonial republik Indonesia dan rakyat Indonesia yang saat ini sedang merayakannya.
“Kepada rakyat Indonesia, kami bangsa Papua di West Papua, mengucapkan selamat merayakan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia ke-71. Kami rakyat West Papua menghormati perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia mengusir kolonialisme,” ucap Victor Yeimo, ketua umum KNPB Pusat dari Jayapura, Rabu (17/8/2016).
Pada memen peringatan hari prklamasi RI ke-71 tersebut, Yeimo mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk membantu perjuangan kemerdekaan bangsa Papua yang sedang berjuang untuk bebas dari penguasa kolonial indonesia di Papua Barat.
“Pada hari ini, 17 Agustus 2016, dalam semangat melawan kolonialisme, kami bangsa Papua mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membatu perjuangan kemerdekaan bangsa Papua agar bebas dari penguasa kolonial Indonesia. Seperti kata Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Muhammad Hatta, 12 Juli 1945 (5 hari sebelum pembacaan teks Proklamasi) di Vietnam: “…bangsa Papua merupakan ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan masa depannya sendiri!” jelas Yeimo.
Lanjut Yeimo, “Apa arti kemerdekaan anda bila penguasa Indonesia masih menjajah West Papua? Kami menantang anda untuk membuktikan makna perjuangan mengusir kolonialisme melalui solidaritas anda terhadap perjuangan rakyat West Papua mengusir kolonialisme Indonesia. Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia ke-71, 17 Agustus 2016,” ucapnya.
Yeimo berharap, rakyat Indonesia dapat mendukung dan membantu rakyat Papua dalam perjuangan kemerdekaannya dari Indonesia yang masih terus menguasai, menduduki dan menjajah rakyat Papua sejak 15  Agustus 1962 hingga saat ini. (Arnold Belau)
Sumber : http://suarapapua.com
Read More ...

Jumat, 10 Juni 2016

31 Aktivis KNPB Dibebaskan, KNPB: Harusnya Polisi Tidak Boleh Bebaskan Tapi Tahan Mereka

11.28.00
Puluhan aktivis KNPB saat dibawah ke Mapolresta Jayapura, 10/6/2016. (Foto - Dok KNPB)
Jayapura — 31 Aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Port Numbay yang ditangkap saat bagikan selebaran seruan aksi di Kota Jayapura telah dibebaskan. Menyikapi hal ini, KNPB Pusat mengatakan harusnya 31 aktivis KNPB ini tidak dibebaskan.
“Dari pagi saya sudah minta kepada polisi supaya 31 Aktivis KNPB tidak Boleh dikeluarkan. Saya juga minta supaya kosongkan penjara milik polisi di seluruh papua menjelang demo damai tanggal 15 Juni ini di seluruh tanah Papua,” jelas Bazoka Logo, Jubir Nabsional KNPB Pusat, Jumat (10/9/2016) di Jayapura.
Bazoka juga megatakan, kalau polisi merasa bahwa membagikan selebaran itu perbuatan kejatakan dan salah di mata hukum kolonial, sebaiknya para aktivis KNPB dari wilayah Port Numbay itu tidak dibebaskan tetapi dapat diproses secara hukum seperti yang selama ini polisi kolonial Indonesia lakukan di Papua.
Ia menjelaskan, 31 aktivis KNPB yang ditanhkap di Polimak lalu diamankan di Polresta Jayapura itu dibebaskan sekitar pukul 15:30. Setelahnya para aktivis KNPB wilayah Port Numbay tetap membagikan selebaran di sekitar Taman Imbi, Jayapura Kota hingga sore dan kembali ke sekretariat KNPB Port Numbay.
“Kami minta Polisi Indonesia tidak boleh bebaskan aktivis KNPB yang ditangkap, kenakan saja hukuman Negara Indonesia sesuai UUD 1945 dan UU yang mengatur tentang bagikan selebaran itu adalah kejahatan. Karena semua aktivis KNPB di seluruh tanah Papua siap jadi makar atau apa saja sesuai dengan hukum kolonial Indonesia. Semua itu akan kita buktikan di pengadilan anda jadi kami sangat Siap menerima hukuman,” tegas Bazoka.
Kata Logo, pada 15 Juni mendatang, ribuan orang Papua dengan sadar akan datang di penjara Polisi di seluruh Papua. maka sebaiknya Polisi memikirkan hal ini supaya sel-sel dan penjara-penjara yang ada di Papua menajdi istana bagi aktivis KNPB di seluruh Papua.
“Saya minta supaya, anda Polisi kolonial kosongkan penjara dan siapkan Dalmas juga lebih banyak. Jadi kami sangat Siap menerima hukuman. 31 Aktivis KNPB wilayah Numbay KNPB perintahkan jangan dibebaskan dan segera perbesar penjara milik anda kolonial Indonesia di West Papua. 15 Juni ribuan orang Papua dengan sadar akan datang di penjara anda Kolonial, siapkan Dalmas juga lebih banyak,” tegasnya.
Terkait dengan penangkapan, ini hingga berita ini disiarkan, Kapolresta Jayapura, AKBP Marison Tober H. Sirait yang dikonfirmasi suarapapua.com melalui telepon selulernya tentang penangkapan terhadap puluhan aktivs KNPB Port Numbay sejak pagi tadi belum memberikan tanggapan.
31 aktivis KNPB Yang ditangkap dan ditahan di Polresta Jayapura adalah, Calvin Wenda (Ketua KNPB Port Numbay), Jimy Poroai (ketua I KNPB Port Numbay), Regi Wenda (sekretaris KNPB Port Numbay), Kesman wenda (Sekretaris II KNPB Port Numbay), Anis Kogoya (Ketua militan KNPB Port Numbay), Saugas Goo (ketua komisariat diplomasi KNPB Port Numbay), Hosea Yeimo (ketua Komisariat Piplop KNPB Port Numbay), Ocha Wetipo, Simon Boma, Arnos Bahabol, Wesko Wenda, Oncel Balingga, Yason Bahabol, Alex Pigai, Abet Yeimo, Samuel Madai, Novi Wenda, Opince Yeimo, Frengki Pigai, Dominikus Dimi, Semi Molama, Laskar Sama, Kobabe, Yan Degey, Pebian Fouw, Wadai kegiye, Prengki pigai, Walo wanimbo, Donny Dogomo dan Bernat Haeo. (Arnold Belau)
Read More ...

Australia Tuding Indonesia Langgar HAM di Papua, Ini Jawaban JK

11.25.00
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Jakarta - Pemerintah Australia menyebut Pemerintah Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM di tanah Papua. Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta Australia membuktikan tudingannya.
"Sejak dulu Australia selalu menganggap begitu. Yang paling penting mana datanya?," ucapnya di Kantor Wapres, Jumat (10/6).
Menurutnya, apa yang disebut Negeri Kangguru sebagai pelanggaran HAM sebenarnya adalah penegakan hukum. JK mencontohkan, jika ada warga yang menyerang kantor polisi atau menyulut konflik, maka aparat wajib melakukan tindakan dan memproses hukum pihak-pihak yang bersangkutan.
"Otomatis itu bukan pelanggaran HAM, itulah penegakan hukum," katanya.
Wapres sendiri mengaku tak mau ambil pusing dengan tudingan negara lain. Sebab, ia meyakini pemerintah sudah melakukan tindakan yang benar.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan saat ini sedang berada di Australia. Luhut akan mengklarifikasi pada pemerintah Australia mengenai dugaan pelanggaran HAM di Papua. 
Read More ...

Selasa, 07 Juni 2016

Luhut Akan Bawa Isu Papua ke Australia

11.06.00
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan RI Luhut Binsar Pandjaitan 
Jakarta — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan akan bertolak ke Australia, Selasa (7/6/2016) malam, untuk melakukan pertemuan bilateral.
Sejumlah isu strategis akan dibawa ke pertemuan tersebut, mulai dari terorisme hingga masalah Papua.
Luhut juga mengumpulkan sejumlah perwakilan kementerian dan lembaga, Senin (6/6/2016) malam. Selain membahas masalah Papua, ia juga membahas persiapan delegasi ke Australia.
"Kami menajamkan soal Papua. Kami mau mensinkronkan. Tadi saya lapor presiden, presiden ingin penyelesaian (masalah) Papua betul-betul holistik dilakukan," ujar Luhut seusai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Polhukam, Senin malam.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mendukung agar permasalahan Papua dibawa ke pertemuan di Australia. Menurut dia, masalah-masalah tersebut perlu juga diketahui oleh pemerintah negeri kanguru.
Bicara tentang masalah Papua, tak lepas dari 11 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Beberapa di antaranya adalah penyanderaan Mapenduma 1996, kasus hilangnya Aristoteles Masoka dan sopirnya Theys Eluay, serta kerusuhan Biak Numfor 1998.
Paulus menyebutkan, dari tiga kasus ditangani Polda Papua, ada satu yang sudah ada pengungkapan dan pemeriksaan anggota, yaitu kasus di Kabupaten Kepulauan Yapen.
"Itu yang sempat keluar di YouTube. Kalau yang lain sedang dalam proses," tutur Paulus.
Adapun dalam rakor tersebut hadir pula Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Tito Karnavian, hingga Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Franky Sompie.

Sumber : www.kompas.com
Read More ...

Sabtu, 04 Juni 2016

Didekati Puluhan Ribu Tentara Indonesia, Ini Reaksi Papua Nugini

19.00.00
Gubernur Oror, PNG, Garry Juffa, sempat khawatir dengan penumpukan puluhan ribu tentara Indonesia di dekat perbatasan PNG. | (PNG Parliement/Asia Pacific Report)
WAMENA - Papua Nugini menyoroti pengerahan lebih dari 45 ribu tentara militer Indonesia di Wamena, yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini (PNG). Gubernur Provinsi Oror, PNG, Garry Juffa, sempat khawatir dengan keberadaan puluhan ribu tentara Indonesia itu.

Kekhawatiran Juffa disuarakan di parlemen PNG kemarin. Dia minta Menteri Pertahanan Papua Nugini, Fabian Pok, menyikapi penumpukan militer Indonesia di dekat perbatasan tersebut.

”Secara kontinu penumpukan dari kehadiran militer di provinsi itu harus menjadi perhatian Papua Nugini. Namun kita tampaknya tidak memiliki pengetahuan tentang apa yang terjadi di sana,” kata Juffa, seperti dikutip Asia Pacific Report, Kamis (2/6/2016).

Namun, Pok mengatakan kepada parlemen bahwa Indonesia telah menjadi teman baik PNG. Gerakan-gerakan militer Indonesia, kata dia, tidak harus dilihat sebagai ancaman bagi rakyat PNG.

Dia mengatakan bahwa PNG harus dianggap sebagai negara yang beruntung. Sebab diapit negara-negara besar dan kuat seperti Indonesia dan Australia.

Pok mengatakan, dia telah sering mengadakan pertemuan dengan menteri pertahanan dari Indonesia dan Australia. PNG, lanjut Pok, tak pernah melihat Indonesia sebagai musuh melainkan sebagai teman.

Menurut Pok, penumpukan militer Indonesia di perbatasan itu merupakan “masalah internal” Indonesia. ”Kami benar-benar tidak memiliki masalah dengan Indonesia mengenai keamanan di perbatasan,” ucap Pok.

Read More ...

Kamis, 17 Desember 2015

Komarudin : Jokowi Jangan Lupa Rakyat Papua Masih Jadi Korban

06.06.00
RMOL. Kasus pelanggaran etik Setya Novanto yang berkaitan dengan pembahasan kontrak karya Freeport Indonesia, semestinya jadi momen terbaik pemerintah untuk memperbaiki kehidupan rakyat Papua.

"Saya harap semua tidak berhenti di hasil sidang MKD saja. Ada bola salju yang harus dibongkar sampai akar-akarnya," kata anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Daerah Pemilihan Papua, Komarudin Watubun, kepada wartawan, Kamis (17/12).

Setelah pengunduran diri Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR, ia mengingatkan bahwa rakyat Papua menuntut pembelaan dari Presiden Joko Widodo. 

Selama ini kehadiran PT Freeport di tanah Papua hanya jadi arena tarik-menarik kepentingan pemerintah pusat.

"Yang jadi korban rakyat Papua. Tembak menembak terus terjadi di sana. Kini rakyat Papua menuntut langkah tegas Presiden Jokowi untuk lebih disejahterakan," ucap Ketua DPP PDIP bidang Kehormatan ini.

Sebagai kader PDI Perjuangan, dirinya merasa bertanggung jawab terhadap kebijakan Presiden Jokowi di Papua. Menurut Komar, dirinya yang pertama kali mengundang Jokowi menginjakkan kaki di tanah Papua pada akhir kampanye Pemilihan Legislatif 2014.

"Kami berkampanye di Lapangan Papua Trade Centre (PTC) Entrop, Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu 5 Mei 2014 lalu. Sebelum Jokowi tampil di acara kampanye itu, sebagai Ketua DPD PDIP Papua dan Wakil Ketua DPRD Papua, saya sempat berpesan," ungkapnya.

Komarudin menitipkan kepada Jokowi agar Papua "diurus dengan hati", bukan hanya "diurus dengan pikiran". Dengan begitu, rakyat Papua bisa terhindar dari berbagai konflik kepentingan terkait keberadaan Freeport.

"Karena kalau mengurus Papua hanya dengan pikiran, tapi mengabaikan hati, hal itu sudah dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya," ucap Komarudin. [ald]

Read More ...

Ini Sosok Penemu Tambang Emas Papua

06.00.00
Yanuar Riezqi Yovanda
Ini Sosok Penemu Tambang Emas Papua

Penemuan tambang mineral seperti emas, tembaga, dan perak di Papua berawal dari geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy. Foto: Istimewa


JAKARTA - Vice President Geo Services Division PT Freeport Indonesia (PTFI) Wahyu Sunyoto mengemukakan, penemuan tambang mineral seperti emas, tembaga, dan perak di Papua berawal dari geolog Belanda bernama Jean Jacques Dozy.


"Saat Dozy dalam perjalanan menuju glacier, aklimatisasi di daerah sekitar Grasberg area. Dia melakukan catatan geologi dan catatan Grasberg sudah dibikin catatannya," ujar Wahyu di Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Berdasarkan beberapa sumber, sebuah tim yang dipimpin Dozy tercatat menemukan tambang mineral di Gunung Ertsberg Pada 1936. Geolog ini melakukan ekspedisi ke Papua dan menemukan singkapan batuan yang ditengarai mengandung mineral berharga.


Cozy menemukan Ertsberg atau Gunung Bijih yang terletak di kaki pegunungan bersalju. Laporan Dozy tersebut dimuat dalam majalah geologi di Leiden, Belanda tahun 1939, dan mengilhami seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals Company, Forbes Wilson, bersama Del Flint pada tahun 1960 melakukan ekspedisi.


"Pada 1960 ada ekspedisi ulang apakah Erstberg ini benar eksis. Jadi pada 1967 kontrak karya asing masuk setelah orde lama," kata Wahyu.


Tim Freeport tercatat datang ke Jakarta untuk memprakarsai suatu pembicaraan guna mewujudkan kontrak pertambangan di Ertsberg. Orang yang dipilih sebagai negosiator dan kelak menjadi Presiden Freeport Indonesia (FI) adalah Ali Budiardjo, yakni mantan sekjen Hankam dan direktur Bappenas tahun 1950-an.


Selanjutnya pada 5 April 1967 kontrak kerja (KK) I ditandatangani dan membuat Freeport menjadi perusahaan satu-satunya yang ditunjuk untuk menangani kawasan Ertsberg seluas 10 kilometer persegi. KK I ini berlangsung 30 tahun. Kontrak dinyatakan mulai berlaku saat perusahaan mulai beroperasi. Pada Desember, eksplorasi Ertsberg dimulai.


Setelah itu, pada 28 Januari 1988 dugaan deposit emas di kawasan lain, yakni Grasberg menunjukkan hasil positif. Di tahun yang sama, Freeport Mc Moran Copper and Gold (FCX) akhirnya go public di lantai bursa New York.


"Pada 1988 milestone PTFI yaitu tambang Grasberg ditemukan. Investasi cukup besar ditanamkan dalam kontrak karya," pungkasnya.



Read More ...

Selasa, 17 November 2015

Puluhan Prajurit Kostrad Terjun di Empat Kota di Papua

21.07.00
Prajurit Kostrad memasuki pesawat Hercules.
TIMIKA -- Puluhan prajurit Divisi I dan II Komando Strategis Cadangan AD (Kostrad) akan menggelar penerjunan di empat kota di Papua pada Kamis (19/11) yaitu Timika, Merauke, Biak, dan Wamena.

Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Andi Kusworo kepadaAntara di Timika, Rabu (18/11), mengatakan kegiatan penerjunan di Timika akan dipusatkan di Bandara Moses Kilangin mulai pukul 09.00 WIT.
Prajurit yang akan ikut dalam kegiatan penerjunan di Timika maupun Merauke masing-masing sebanyak 30 orang. Khusus di Timika, penerjunan dilakukan dua kali dengan masing-masing personel sebanyak 15 orang.

Guna mendukung operasi penerjunan itu, TNI mengerahkan sebuah pesawat Hercules langsung dari Makassar.
"Pesawat Hercules akan membawa 60 penerjun dari Makassar ke Merauke. Setelah 30 penerjun diturunkan di Bandara Merauke, pesawat Hercules akan terbang ke Timika untuk menurunkan 30 penerjun di Bandara Moses Kilangin Timika," jelas Andi.
Dia berharap kondisi cuaca saat kegiatan penerjunan tersebut mendukung. Dandim juga meminta dukungan dan partisipasi semua pihak untuk ikut menyukseskan kegiatan tersebut.
"Titik-titik yang menjadi sasaran penerjunan dalam rangka latihan terjun taktis (juntis) PPRC TNI tahun 2015 seluruhnya di Papua. Mari kita songsong kegiatan ini dengan berfikir positif. Masyarakat silakan datang menonton karena memang hal seperti ini sangat jarang dilakukan di Papua," kata Andi.
Selain operasi penerjunan prajurit Kostrad, kegiatan akan dilanjutkan dengan bakti sosial TNI berupa pembuatan jamban, perbaikan dan pengecetan rumah-rumah ibadah, pemberian bantuan sembako serta pengobatan massal.

Kegiatan bakti sosial itu akan dipusatkan di Distrik Kwamki Narama dan akan dihadiri Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Hinsa Siburian.
Andi mengatakan beberapa waktu lalu TNI telah membangun 36 jamban keluarga di daerah Kwamki Narama dan pada kegiatan bakti sosial nanti akan dibangun lagi lima jamban keluarga. Program pembuatan jamban keluarga tersebut merupakan bagian dari program 1 juta jamban keluarga di seluruh Indonesia yang dimotori TNI.
"Kita di Mimika termasuk paling rendah. Ini membutuhkan partisipasi dari semua pihak terutama Pemda. Karena apapun yang kita kerjakan ini untuk masyarakat," jelasnya.
Sumber : http://nasional.republika.co.id
Read More ...