PAPUAtimes
PAPUAtimes

Breaking News:

   .
Tampilkan postingan dengan label Flora dan Fauna. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Flora dan Fauna. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Oktober 2016

Balai Konservasi Sulsel Sita Cendrawasih dan Kasuari Papua

10.46.00
Petugas menunjukkan burung Cendrawasih yang telah mati
 saat gelar kasus penyelundupan satwa langka di Mapolres Pelabuhan
 Tanjung Perak, Surabaya, 27 Februari 2015. Ratusan satwa langka yang akan
 diselndupkan tersebut ditemukan dari atas kapal motor (KM)
Gunung Dempo dari Papua. TEMPO/Fully Syafi
Makassar - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan menggagalkan pengiriman burung cendrawasih kuning kecil dan kasuari yang telah diawetkan. Satwa liar yang dilindungi itu digagalkan saat hendak dikirim kembali ke Jayapura, Papua.
"Penangkapan itu dilakukan tanpa disengaja," kata Kepala BKSD Sulawesi Selatan, Dody Wahyu Karyanto, Rabu sore, 12 Oktober 2016. 
KSDA menyita 147 satwa liar yang telah diawetkan. Menurut Dody, satwa itu disita saat pemiliknya, Paisal mendatangi kantor KSDA untuk mengurus izin pengiriman satwa liar tersebut ke Papua.

Sebelumnya, burung cendrawasih dan kasuari itu didatangkan dari Papua untuk diawetkan di Makassar. 
"Pengiriman kembali itu ditahan pihak bandara karena tidak dilengkapi surat resmi," ujar Dody.
Saat Paisal melaporkan keberadaan satwa itu, petugas KSDA langsung melakukan pemeriksaan. Hasilnya, petugas menyatakan bahwa satwa tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi.
Menurut Dody, satwa liar itu dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Pemilik terancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Kepala Bidang Teknis KSDA, Fery AM Liuw, menyatakan penanganan hukum atas peyelundupan satwa liar itu akan dilakukan oleh Balai Penegakan Hukum Sulawesi Selatan. Menurut dia, pihaknya hanya sampai pada proses penertiban, pengawasan dan penyitaan satwa yang diselundupkan.
"Kami juga minta masyarakat melapor bila mengetahui adanya tumbuhan atau satwa liar yanh dibisniskan," ujar Fery.

Sumber : www.tempo.co

Read More ...

Minggu, 11 September 2016

250 Jenis Burung Ditemukan di Raja Ampat

08.25.00
Jenis burung Maleo Waigeo atau Bruijn’s brushturkey
 (Aepypodius bruijnii) yang terdapat di Pulau Waigeo,
 Raja Ampat – Jubi/wikipedia
Sorong – Terdapat lebih dari 250 jenis burung ditemukan di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat.
Enam dari sepuluh jenis burung yang hanya ditemukan di tanah Papua merupakan endemik Kepulauan Raja Ampat yang hanya bisa ditemukan di Pulau Waigeo, Misool, Kofiau, Batanta dan Pulau Salawati.
Fauna and Flora International (FFI) mencatat bahwa di Pulau Waigeo terdapat 173 spesies burung; 11 diantaranya adalah burung endemik Pulau Papua, seperti cenderawasih merah dan cenderawasih kecil yang sangat menarik yakni cendrawasih botak.
Selain itu ada burung Maleo Waigeo (Aeypipodius bruijni), yang merupakan burung endemik yang hanya terdapat di Pulau Waigeo.
Sementara Michael K. Tarburton dalam “The Avifauna of Misool” mencatat terdapat 141 jenis burung di pulau Misool dan mempunyai potensi untuk wisata burung yang luar biasa. Temuan Michael didukung hasil pengamatan sebuah tim yang terdiri dari The Nature Conservancy (TNC), Papua Bird Club pada Mei 2015. Hal yang sama dilakukan Dr. Richard Noske – seorang ahli burung dari Australia dan presiden organisasi Birds Queensland, melakukan pengamatan burung di Pulau Misool dan Pulau Kofiau.
Dalam pengamatan di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Selatan, tim melihat 5 jenis burung cenderawasih yaitu: lesser birds of paradise (Paradisea minor), king birds of paradise (cicinnurus regius), magnificent bird-ofparadise (cicinnurus magnificus), glossy mantled manucode (manucodia ater) dan crinkle – collared manucode (manucodia chalybatus) dan untuk melihatnya relatif mudah, serta tempatnya juga cukup terjangkau yaitu di hutan bakau dan hutan di atas dataran rendah.
Sedangkan dalam pengamatan di Pulau Kofiau, ditemukan sekitar 50 jenis burung. Pulau ini memiliki daya tarik bagi para peneliti dan pengamat burung karena memiliki dua spesies burung endemik yaitu kofiau paradise king fisher atau biasa disebut dengan Burung Raja Udang (nama Lokal: Mampitosoi) dan Kofiau Monarch, biasa disebut Kehicap Kofiau (nama lokal: Baikolei Hutan).
FFI dalam pres rilis yang diterima Jubi di Sorong, Papua Barat, Jumat (9/9/2016) menyebutkan tanggal 23 Agustus 2016 di kantor bupati Raja Ampat, Waisai, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melalui Dinas Pariwisata, The Nature Conservancy (TNC), Fauna and Flora International (FFI), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan Papua Bird Club telah menggelar kegiatan Ekspos Ragam Hayati dan Pesona Burung di Kabupaten Raja Ampat.
Ekspos ini berupaya menyebarkan informasi ragam hayati dan pesona burung yang ada di Raja Ampat. Juga ajang berbagi tentang pengelolaan wisata burung. Sehingga terbuka potensi, peluang, strategi pengembangannya untuk mengatasi tantangan.
“Raja Ampat juga menyimpan potensi kekayaan daratan yang luar biasa. Bermacam jenis burung bisa ditemukan di sini. Jika hal ini bisa dikembangkan dan dikelola baik dan berkelanjutan, tentu akan mendatangkan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat,” kata Bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati.
Menurutnya Pemkab Raja Ampat akan mendukung upaya pengembangannya melalui kegiatan ekowisata berbasis masyarakat yang mengedepankan prinsip-prinsip konservasi untuk melestarikan ekosistem alam.
Hal itu ditindaklanjuti dengan pembentukan Forum Pemerhati Wisata Darat Raja Ampat yang terdiri dari lintas elemen masyarakat, organisasi dan para pemangku kepentingan terkait.
Pembentukan forum ini dilakukan untuk mendorong dan memajukan pengelolaan wisata darat di Kabupaten Raja Ampat agar mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan. (*)

Sumber : http://tabloidjubi.com/ 
Read More ...