PAPUAtimes
PAPUAtimes

Breaking News:

   .
Tampilkan postingan dengan label Pemuda Papua. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemuda Papua. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 November 2015

Markus Haluk : 'Dana Darah' Freeport Hina Kami Rakyat Papua

09.37.00
Markus Haluk : 'Dana Darah' Freeport Hina Kami Rakyat Papua
Penulis buku Menggugat Freeport Markus Haluk 

 JAKARTA- Penulis buku 'Menggugat Freeport', Markus Haluk mengatakan sangat terhina atas Dana Darah yang diberikan PT Freeport Indonesia yang sudah diberikan sejak 1996.
Dikatakan Markus Dana Darah atau Bayar Kepala tersebut tidak menyelesaikan akar masalah yang terjadi.
"Kami tidak ingin dibayar oleh uang. Dana Darah Freeport hina kami rakyat Papua," tegasnya di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (13/10/2015).
Markus mengatakan akibat pengucuran dana tersebut, banyak hal yang akhirnya terjadi.
Seperti, memecah belah suku yang ada dan dinilai telah mengabaikan serta mengaburkan upaya konstitusional yang dituntut atas kehadiran PT Freeport di tanah Papua.
Dia menuturkan bahwa selama dana tersebut diberikan kepada lembaga masyarakat Amungme (Lemasa) dan lembaga pengembangan masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK), justru dalam perjalanannya mengubah haluan perjuangan rakyatPapua.
"Sebelumnya banyak yang menentang adanya Freeport di Lemasa dan LPMAK, justru sekarang hanya sebagai pembantu Freeport. Ini sudah tidak benar," ungkapnya.
Markus merencanakan akan mengadvokasi masyarakat untuk membantu menuntut hak-hak yang harus diberikan kepada masyarakat Papua, khususnya pemilik tanah adat yang diklaim Freeport.
"Freeport ini telah memecah-memecah rakyat Papua dan seenaknya, mereka (Freeport) selalu melakukan tawar menawar perjuangan kami dengan uang," terang Markus.
Read More ...

Tokoh Muda Papua: Orang Parpol yang Tak Tahu soal Freeport Tidak Usah Bicara

09.34.00
PT Freeport Indonesia

JAKARTA - Tokoh Muda Amungme, Papua, Hans Magal menyayangkan sikap sejumlah politisi partai politik yang mengutarakan pendapatnya soal kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Menurut dia, politisi mau pun pejabat pemerintah di Jakarta tidak mengerti betul keadaan masyarakat asli di Papua yang kena imbas langsung eksplorasi PT Freeport Indonesia.
"Kalau bicara soal Freeport, orang-orang di Jakarta, parpol, yang tidak tahu tidak usah bicara. Karena ini bukan kepentinganreshuffle, bagi jatah menteri, atau lintas partai. Kok parpol sibuk bicara Freeport," ujar Hans di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (13/11/2015).
Padahal, kata Hans, selama ini masyarakat Papua bungkam menunggu inisiatif pemerintah untuk bertindak. (baca: Sudirman Said Blakblakan soal Freeport dan Petral)
Hans mengatakan, semestinya pemerintah pusat bergerak langsung bertindak sesuatu terkait Freeport. (baca: Istana: Tak Peduli Pencatut, Presiden Jokowi Tak Bisa Didikte soal Freeport)
Hans mengingatkan adanya perjanjian yang disebut "January Agreement" antara warga setempat dengan PT Freeport Indonesia. Isinya menjanjikan kesejahteraan bagi warga di sekitar perusahaan dan pertambangan.
"Di situlah diikat semua komitmen negara apa yang harus negara perbuat tentang Freeport. Pada prinsipnya, negara masih berutang budi. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab penuh," kata Hans.
Hans mengatakan, selama hampir 50 tahun warga Papua menanti realisasi perjanjian itu. Oleh karena itu, dia mewakili warga Papua kini meminta pertanggungjawaban PT Freeport Indonesia dan pemerintah untuk melakukan renegosiasi Kontrak Karya. (baca:Oesman Sapta: Sudirman Jangan Banyak Omong, kalau Berani Sebut Nama)
"Sampai hari ini, kita belum melihat realisasi sumpah dan janji January Agreement," kata Hans.
Masalah Freeport kembali mencuat setelah Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya menyebutkan adanya tokoh politik yang sangat berkuasa mencoba menjual nama Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Freeport.
Pencatutan nama Presiden dan Wapres dilakukan agar kontrakFreeport bisa segera diberikan. (Baca: Menteri ESDM: Ada "Politisi Kuat" yang Catut Nama Presiden dan Wapres ke Freeport)
"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu," ujar Sudirman Said seperti dikutip dalam acara Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV dan dikutip Kompas, Selasa (10/11/2015).
Read More ...